Pontianak, Pelita Pengetahuan-Suatu malam,di sebuah mesjid di Surabaya, di gelar majlis ta’lim rutinan. Yang hadir lumayan banyak, khusuk menyimak tausiah yang di sampaikan oleh seorang ulama. Akan tetapi tiba –tiba listrik padam, mesjid menjadi gelap gulita. Waktu itu ba’da Isya’ suasana pun gaduh.jama’ah pun berhamburan keluar dari majlis itu.
Tampaklah kemudian sosok laki laki mengenakan gamis berwarna putih di padu rida hijau di pundak memasuki mesjid dengan langkah perlahan. Lelaki ini kelihatan penuh karisma begitu ia berada di dalam mesjid, tampaklah pemandangan yang menakjubkan: seluruh ruangan mesjid berubah terang benderang, seolah ada lampu neon yang menyala, padahal listrik masih padam. Seluruh pasang mata memandang penuh keheranan. ”Dari manakah gerangan datangnya cahaya ini ?” sesaat, setelah mereka perhatikan dengan sesakma , mereka pun sadar bahwa cahaya yang menerangi mesjid itu ternyata pancar dari tubuh lelaki bergamis putih dan bersurban hijau atau rida yang baru memasuki mesjid itu. Semua orang terperanjat kagum dan bertanya–tanya , siapakah gerangan sosok lelaki itu ?
Belakangan mereka mengerti, lelaki berkarisma itu bernama Habib Muhammad bin Husein al –Aydrus. Semenjak peristiwa aneh itu, ia pun lebih dikenal dengan julukan Habib Neon hingga sekarang.
Habib Neon lahir di kota Tarim Hadhramaut pada tahun 1888 Masehi. Kewaliannya tidak begitu tampak di kalangan orang awam. Namun bagi kaum ‘arifin billah’, derajat dan karamah Habib Muhammad sudah bukan hal yang asing lagi, Habib ini lebih sering berinteraksi dengan orang khusus itu.
Sejak kecil Habib Muhammad di didik dan di asuh oleh ayahandanya sendiri yang bernama Habib Husein bin Zainal Abidin al –Aydrus, seseorang yang di kenal alim dan ahli ma’rifat . Setelah usianya cukup matang, dengan seizin ayahnya Habib Muahmmad pergi merantau ke negeri Singapura.
Setelah beberapa waktu bermukim di Singapura, ia pindah ke Palembang, Sumatera Selatan . Di kota ini ia menikah dan di Karuniai seorang putri dari Palembang, Habib Muhammad kemudian melanjutkan perantauan nya ke pekalongan, Jawa tengah sebuah kota yang menjadi saksi bisu pertemuannya dirinya dengan al-Imam al-Quthb Habib Abu Bakar bin Muhammad as-Seggaf Gresik. Untuk pertama kalinya di pekalongan Habib Muhammad seringkali mendampingi Habib Ahmad bin Tholib al-Atthos.
Dari pekalongan kamudian ia pindah ke Surabaya, tepatnya kediaman Habib Mustafa al-Aydrus yang tidak lain adalah pamannya sendiri.
Pada akhirnya Habib Muhammad Al–Aydrus memang memutuskan untuk tinggal bersama pamannya itu di Surabaya, kota yang waktu itu terkenal di kalangan masyarakat Hadhramaut sebagai tempat berkumpulnya para wali. Diantara para wali yang tersohhor di Surabaya ketika itu adalah Habib Muhammad bin Ahmad al Muhdor, Habib Muhammad bin Idrus al–Habsyi, Habib Abu Bakar bin Umar bin Yahya, dan masih banyak lain. Selama menetap di Surabaya, Habib Muhammad al-Aydrus suka berziarah terutama ke kota Tuban dan Kudus dan tinggal di sana satu sampai dua bulan lamanya.
Disebutkan bahwa para sayid dari keluarga para sayid dari keluarga Zainal Abidin (keluarga kakek Habib Muhammad) adalah para sayid dari bani’Alawy yang terpilih karena mereka mewarisi asrar (rahasia-rahasia). Mulai dari ayah, kakek, sampai kakek buyut Habib Muhammad tampak jelas keistimewaan-keistimewaan pemberian Allah SWT kepada mereka. Mereka adalah pakar pakar ilmu tassawuf serta telah menyelami ilmu ma’rifat begitu dalam sehingga patut untuk di jadikan figur teladan.